Darurat Pembalakan Liar: Permahi Lampung Desak Efek Jera Maksimal Setelah Kapal Kayu Ilegal Karam dan Kasus pembalakan Liar di Pesisir Barat Siapa Yang Bertanggung Jawab?

  • Bagikan

Bandar Lampung (Swarabhayangkara.id), Minggu, 07 Desember 2025 – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Lampung melancarkan desakan keras kepada aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk segera menerapkan kebijakan yang memberikan efek jera maksimal terhadap pelaku penebangan pohon ilegal. Desakan ini didasarkan pada dua insiden besar yang terjadi hampir bersamaan di Kabupaten Pesisir Barat.

Salah satu Kepala Biro Permahi Lampung, Yoksa Adrinata, menegaskan bahwa terungkapnya kasus penebangan pohon ilegal di Pugung Penengahan, Kecamatan Pesisir Utara dan insiden karamnya kapal di Tanjung Setia, Kecamatan Pesisir Selatan, Pesisir Barat, adalah bukti nyata dari lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pembalakan liar.
Kasus Kapal Karam dan Muatan Ilegal 4.800 Kubik

Insiden karamnya kapal tongkang di perairan Pesisir Barat menyebabkan kayu gelondongan berserakan di sepanjang pantai Tanjung Setia. Pihak Polda Lampung telah mengonfirmasi bahwa kapal tersebut membawa muatan sebanyak 4.800 kubik kayu ilegal yang berasal dari Sumatera (Sumbar).

“Kami sangat prihatin dan mendesak agar ada tindakan tegas. Kasus ini bukan hanya tentang kerugian materiil, tetapi juga tentang kerusakan ekosistem yang masif dan tidak bisa ditoleransi,” ujar Yoksa Adrinata.

Yoksa menambahkan, “Kebijakan yang ada saat ini jelas belum mampu memberikan efek jera, buktinya kasus seperti ini masih terus terjadi. Apalagi saya kebetulan kelahiran Pesisir Barat, saya sangat prihatin soal adanya kasus ini.”
Tuntutan Pertanggungjawaban Institusi dan Pengusutan Aktor Intelektual

Yoksa menyoroti bahwa insiden berulang ini menunjukkan adanya kelalaian sistemik. Permahi Lampung secara khusus menuntut pertanggungjawaban dari dua institusi vital:

1. Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan KSOP Kelas I Panjang: KPLP, yang operasinya di Lampung terintegrasi dengan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Panjang, dianggap lalai dalam menjaga keamanan dan ketertiban lalu lintas kapal yang membawa muatan mencurigakan di wilayah perairan antarprovinsi.
2. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung: Dianggap gagal dalam menertibkan dan mencegah aktivitas penebangan kayu ilegal, yang terindikasi masih memiliki jalur distribusi yang leluasa, baik untuk kasus lokal maupun transit kapal.

“KPLP dan Kehutanan Provinsi Lampung tidak bisa lepas tangan dari insiden ini. Mereka harus bertanggung jawab atas kelalaian dalam menjaga aset negara. Kami menuntut transparansi dalam pengusutan tuntas kasus 4.800 kubik kayu ilegal ini, siapa aktor intelektual di baliknya, dan bukan hanya menindak pelaku lapangan,” tegas Yoksa.

Permahi Lampung berharap, rentetan kejadian ini menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat untuk melakukan evaluasi total terhadap regulasi dan implementasi pengawasan kehutanan dan maritim, demi penyelamatan lingkungan dan penegakan hukum yang berkeadilan di Provinsi Lampung. (rls).

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *