SwaraBhayangkara.id – JAKARTA, 29 April 2025 – Tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia, yang mencapai 7,6 juta kasus dalam setahun terakhir menurut SNPHAR 2024, mendorong Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk mengambil langkah serius. Bekerja sama dengan United Evangelical Mission (UEM), Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB), dan Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK), PGI menggelar diskusi daring “Gereja Merespons Darurat Perlindungan Anak di Indonesia”.
Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, menyoroti tantangan dalam penegakan hukum, budaya patriarki, keterbatasan sumber daya di daerah terpencil, dan narasi religius yang justru menghambat pelaporan kasus. Meskipun beberapa gereja telah memiliki kebijakan perlindungan anak, PGI mengakui belum semua gereja memiliki kapasitas untuk menangani masalah ini secara efektif. Oleh karena itu, PGI mendorong implementasi kebijakan “safeguarding” di seluruh gereja anggotanya.

Pendiri ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes), Dr. Ahmad Sofyan, SH., MA., menekankan bahaya eksploitasi seksual anak di dunia maya. Ia mendorong orang tua untuk cakap digital, mampu mengawasi aktivitas anak di internet, dan mengetahui cara merespon jika terjadi eksploitasi seksual online. Ia juga menekankan pentingnya panduan perlindungan anak (“child protection guide”) di lembaga keagamaan.
Diskusi kelompok menghasilkan rekomendasi penting, termasuk mendorong semua gereja memiliki kebijakan perlindungan anak, sosialisasi program perlindungan anak, pelibatan pusat krisis perempuan, konseling pastoral bagi korban, dan kolaborasi dengan pemerintah. PGI berkomitmen untuk menggalakkan edukasi berjenjang dan berkesinambungan tentang perlindungan anak kepada seluruh pemimpin gereja, pendeta, dan pendidik anak di lingkungan gereja.
Reporter: Johan Sopaheluwakan













